GEREJA DAN DEMOKRASI

Masih Tepatkah “Vovuli Vox DEI” dalam DEMOKRASI kita?

Oleh: Oktavianus Lola Weiri, S.Pt.
Wanukaka, 19 April 20-18

SALAM DEMOKRASI!

Seberapa kokoh pun teori-teori demokrasi dikemukan oleh para tokoh , teori ini tidak dapat menggenapi dirinya. Maka tak ada jaminan Demokrasi pasti berhasil. Sejarah telah menyingkap di beberapa belahan dunia, pengamalan sistem ini telah melahirkan kontradiksi dan ketegangan yang berpotensi melahirkan konflik pula.
Dalam hal inilah, kemudian muncul  paradigma secara Teoritis Bodoh, Politis Fatal dan Teologis Mubazir yang kemudian kita azumsikan bahwa Demokrasi telah berisi Keadilan dan Kebenaran adalah KELIRU. Memang, secara terminologi dan gramatikal paham Demokrasi dimana-mana dapat didefinisikan. Namun, sebagai salah satu kaum Kristiani, saya ingin mengajak kita  memahami makna hakiki paham ini dalam konteks Kristiani atau Gereja.

Sebelumnya, saya ingin kembali mengajak kita me-refresh historia untuk mengingat kata-kata klasik  Presiden Abraham Lincoln yang tersohor, ketika pidatonya di Gettysburg pada tahun 1863  bahwa mengatakan DEMOKRASI itu adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.  Kalimat inilah yang kemudian mengilhami seantero dunia bahwa DEMOKRASI berjiwakan rakyat yang berdaulat dan kekuatan rakyat (power grossroot). Paradoks inilah pula yang selanjutnya memunculkan istilah “Suara Rakyat adalah Suara TUHAN“ atau vovuli vox DEI yang didoktrin sebagai ROH dari DEMOKRASI itu sendiri.

Sejatinya, agama KRISTEN dan Kaum Kristiani, tidak mewartakan bahwa suara rakyat adalah suara TUHAN dan atau mayoritas selalu BENAR. Karena Rakyat bukanlah TUHAN, TUHAN  bukanlah rakyat, rakyat tidak memiliki penalaran dan kebaikan sempurna tanpa cacat seperti TUHAN, kehendak rakyat atau roh rakyat  bukanlah kekuasaan yang memutuskan apa yang adil dan tidak adil seperti kuasa TUHAN.

Realitaspun telah membuktikan ketika Proses DEMOKRASI terjadi, baik dalam PILPRES, PILGUB, PILEG dan PILKADA bukan hal asing lagi jika semua politisi dan yang terlibat lebih pada kelincahan trik semata-mata bahkan permainan yang haram (maaf_red) hanya untuk mewujudkan intrik-intrik politik  dengan tujuan kekuasaan tanpa berlandaskan jiwa DEMOKRASI yang sehat dan segar serta mendidik.  Sangat kontradiksi ketika kita mengklaim, seorang penguasa yang terpilih adalah pilihan TUHAN atas nama rakyat.

Ketika proses demokrasi yang dilakukan adalah dengan cara-cara mengintimidasi pengaruh, politik identitas bahkan money politik yang masif dan sistematis. Ketika, ia menang dan terpilih hanya karena suara mayoritas oleh pihak-pihak  yang mendukung, menerima dan melakukan cara-cara yang tidak berdemokratis dan beradab,. Apakah kita harus mengatakan inilah vovuli vox DEI ??????. apakah TUHAN mendukung cara-cara ini? Apakah TUHAN menghalalkan yang HARAM? Mungkinkah TUHAN ikut BERPOLITIK pula dalam cara yang tidak BERADAB????? Apakah kemenangannya adalah KEHENDAK TUHAN ketika rakyat yang harus dipimpinnya  harus menderita oleh ketidak adilan, kemelaratan dan kesenjangan sosial yang besar, kemakmuran yang besar harus berdampingan dengan kemiskinan yang masif?.

Masihkah, kita berharap ini adalah perwujudan pemerintahan yang DEMOKRATIS yang memberikan KEADILAN atas rakyat yang memilihnya???? atau mungkin suara kemenangannya adalah suara HANTU???? Sehingga rakyat kecil harus getar getir takut menjalani hidupnya oleh pengharapan yang rapuh, atau rakyat dijadikan Gladiator yang bertarung untuk menghibur hati dan pikiran yang berkuasa????. Masih banyak pertanyaan lagi, tapi biarlah banyaknya tanda tanya sudah mewakili begitu banyak pertanyaan yang harus mendapatkan jawaban dari yang mengatasnamakan dirinya figur DEMOKRASI “Dari RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK RAKYAT,” Jika BUKTI dan NYATA-NYATAnya Tidak untuk RAKYAT, RAKYAT dan RAKYAT. Maka sebagai penganut KRISTEN dan pengagum DEMOKRASI serta yang memiliki hak konstitusi untuk berbicara, saya mengatakan figur-figur ini telah men” DEMO CRAZYkan” dengan EMOSI DEMOKRASI yang ILAHI itu.

Tepatlah, seperti yang dikatakan oleh filsuf J.J.Rousseau dari PERANCIS, pada abad 18 dengan nada SINISME mengatakan bahwa “ belum pernah ada dan tidak akan ada demokrasi yang sesungguhnya”. Disinilah, Gereja harus mengatasi  pemberhalaan politik serta kuasa mistis sistem-sistem politik termasuk DEMOKRASI yang Kotor  yang menghasilkan apatisme politis di tiap individu. Apa yang penting, bagaimanapun juga bukanlah tentang titik berangkat/sejarah perbandingan dinegara-negara lain. Karenanya, transisi demokrasi dari zaman ke zaman terus bertranformasi dan bervariasi.

 Kesetiaan kepada tradisi sendiri tidak berarti tertutup pada wawasan kebenaran orang lain. Orang-orang Kristen dipanggil untuk menghormati perbedaan dan berbagi bersama semua orang  yang memiliki kehendak baik dan komitmen moral dalam menegakkan nilai-nilai yang meneguhkan martabat manusia. Oleh karenanya pula,  Gereja berkewajiban mempertahankan agar pihak-pihak yang berkuasa tetap bertanggungjawab  dan memungkinkan pihak-pihak yang tidak berkuasa agar berdaya sehingga mereka dapat berpartisipasi secara setara dan adil dalam pelaksanaan kekuasaan.  Karena tanpa itu semua,  demokrasi sejatinya menjadi MUSTAHIL. Hal ini tentunya,  sejalan dengan ajaran KRISTIANI tentang SYALOM ALLAH yang universal berisikan kebenaran, keadilan, persamaan, kebebasan. Dalam bacaan ALKITAB, kita bisa temukan tentang amanat Rasul PAULUS pada surat-surantnya ke Jemaat Galatia “ karena kamu semua satu didalam TUHAN, tidak ada strata antara golongan yang satu dengan yang lainnya.

Demikian juga di Korintus bahkan di surat-surat penggembalaannya pada 1 TIM 2-3, agar KRISTEN  sebagai paguyuban MESIANIS didalam masyarakat dapat tetap secara aktif  memiliki GERAKAN YESUS dalam pelaksanaan Pemerintahan yang DEMOKRASI. Sampai pada akhirnya, tradisi DEMOKRASI  sejatinya harus tetap dituntun dengan kenyakinan bahwa”rakyat biasa mempunyai kompotensi yang baik dengan pendidikan dan ketrampilan dalam mengambil pilihan keputusan politiknya “. Tetapi tidak menjadikan suara dan sikapnya sebagai wakil SUARA TUHAN”Vox Dei”. Itulah ESENSI DEMOKRASI Ala KRISTIANI.
SALAM DEMOKRASI YANG SOLID

Referensi : Hasil Perenungan,  ALKITAB, Buku AGAMA KRISTEN dan DEMOKRASI, Jhon W  de Gruchy (1995),Filasafat Pendidikan oleh George G Knigth (terjemahan 2007).
 EditorAdmin KH

Comments

Popular posts from this blog

KATOPO ORANG SUMBA NTT

SEJARAH KERAJAAN LAULI (Loli)

Sejarah Kampung Sodan (Sodana), Lamboya, NTT